Belajar Jadi Bloger

Diberdayakan oleh Blogger.

Menghadang Teroris Dengan Pendidikan Kewarganegaraan

Kembali lagi terorisme terjadi di Indonesia, setelah teror bom buku, Bom Cirebon, kembali teror terjadi di Serpong. Terorisme seolah permasalahanyang tak berujung, dan pangkal masalahnya sangatlah bervariatif, mulai dari kemiskinan, dendam karena carut marutnya pemerintahan dan yang paling menonjol adalah pemahaman yang (menurut penulis) salah. Kejadian beruntun di tahun 2011 mencerminkan bahwa jaringan terorisme sudahlah sangat luas,dan teroris pun sudah merambah keberbagai daerah termasuk kawasan pantura yang dikenal dengan Islam Moderatnya.

Memang sampai saat ini belum ada kesepakatan global yang menjelaskan apa arti terorisme sesungguhnya. Banyak pendapat yang mencoba mendefinisikan Terorisme, satu di antaranya adalah pengertian yang tercantum dalam pasal 14 ayat 1 The Prevention of Terrorism (Temporary Provisions) act, 1984, yang mengartikan terorisme sebagai “penggunaan kekerasan untuk kepentingan politik atau penggunaan kekerasan dalam bentuk apa pun untuk menimbulkan ketakutan publik”. Sedangkan tujuan dari terorisme sendiri mempunyai tujuan untuk membuat orang lain merasa ketakutan, sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian orang, kelompok, atau suatu bangsa. Perbuatan teror para teroris digunakan apabila tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya. Ia digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu, serta menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok tertentu untuk mentaati kehendak pelaku teror.

Gerakan Terorisme

Munculnya kelompok-kelompok radikal yang ingin mewujudkan suatu tatanan pemerintahan baru menjadi ancaman serius bagi pemerintah. Kelompok-kelompok radikal seperti NII mislanya, ingin mewujudkan suatu negara yang berasaskan Islam. NII mewujudkan impiannya dengan memasukan doktrin-doktrin tentang pentingnya pemerintahan Islami, dan mengaggap pemerintahan yang ada sekarang adalah Thogut. Ketidakpercayaan kepada pemerintah yang ada merupakan klaim yang dipakai oleh pelaku teror, pemerintah dianggap telah gagal melakukan peranya, karena kondisi negara saat ini masih penuh dengan korupsi, masih sarat dengan kapitalisme, keadilan hukum yang belum terjamin, kemiskinan yang belum tuntas dan sebgainya, sehingga sistem pemerintahan yang ada sekarang harus segera digantikan.

Memerangi Terorisme

Dafri Agussalim (2003) menyatakan bahwa Cara memerangi terorisme haruslah bersifat legal formal dan represif. Cara ini tampaknya akan segra direalisasikan oleh pemerintah, seperti tergambar dalam pidatonya Ketua DPR Taufik Kemas menyatakan bahwa seharusnya pemerintah segera membentuk lembaga pancasila, lembaga ini bertujuan menginternalisasi kembali nilai-nilai pancasila yang mulai pudar. Tetapi cara seperti ini justru bisa menimbulkan perlawanan dan radikalisme yang baru, tak hanya pada kelompok yang dituding sebagai pelaku teror tetapi juga dari kelompok lainnya yang kontra pada sikap pemerintah ini. Selain itu cara-cara seperti ini justru bukan menyebuhkan kekcewaan mereka terhadap pemerintah tetapi justru semakin memojokan golongan tersebut dan tidak menutup kemungkinan mereka malah semakin ekstrim.

Melalui Pendidikan

Penanggulangan terorisme yang dilakukan pemerintah memang harus terus diupayakn seperti membuat suatu lembaga tertentu yang menangani terorisme tetapi sebenarnya cara itu bisa disebut terlalu kasar.sebenarnya ada alternatif yang lebih halus yaitu lewat jalur pendidikan. Melalui pendidikan pemerintah dapat mencegah wabah faham terorisme terutama dikalangan pelajar dan mahasiswa. Misalnya saja melakukan revitalisasi mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan yang saat ini hampir tidak dianggap secara serius oleh banyak pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Banyak sekali sekolah yang justru tidak menganggap vital mata pelajaran ini, padahal Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai satu-satunya mata pelajaran yang memiliki tanggung jawab terhadap penanaman Ideologi bangsa dan rasa nasionalisme merupakan salah satu solusi dalam mencegah maupun menangani masalah terorisme di Indonesia. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) selama ini kurang dimaksimalkan perannya untuk memerangi faham-faham yang mengancam NKRI. Didalam PKn haruslah tergambar bagaimana pentingnya bela negara, cinta tanah air dan Nasionalisme.

Dalam paham bela negara misalnya dinayatakan dalam pasal 27 ayat 3 UUD 1945 bahwa bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Selain itu, dalam UU No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Konsep Bela Negara dapat diuraikan secara fisik maupun non fisik. Secara fisik, yaitu dengan memanggul bedil menghadapi serangan atau agresi musuh. Bela negara secara fisik dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar. Adapun bela negara secara non fisik dapat didefinisikan sebagai segala upaya untuk mempertahankan NKRI dengan cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara.

Pada akhirnya terorisme sebenarnya bisa dicegah tak hanya dilakukan dengan membuat suatu kebijakan atau produk hukum tertentu, justru melalui pendidkan cara ini diniali lebih halus dan lebih mengena. Hal ini tak lepas dari peran pendidikan sebagai sarana pengenalan ideologi negara. Diharapkan dengan mervitalisasi kembali PKn membantu pemerintah memerangi radikalisme yang mengancam NKRI.

Share :

Facebook Twitter Google+
0 Komentar untuk "Menghadang Teroris Dengan Pendidikan Kewarganegaraan"

Back To Top